Sidang Gugatan 12 Warga Panggung terhadap PT KAI-Pemkot Tegal Masih Berlanjut

Sidang Gugatan Perdata antara 12 Warga Panggung (Pemohon) dengan PT KAI & Pemkot Tegal (Termohon) digelar di PN Kota Tegal, Kamis siang, 4 Maret 2021. FOTO/PUSKAPIK/WIJAYANTO

PUSKAPIK.COM, Tegal – Gugatan perdata yang diajukan 12 warga korban penggusuran di Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur terhadap PT KAI dan Pemkot Tegal masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Kota Tegal, Kamis siang, 4 Maret 2021.

Sebelum masuk persidangan telah dilakukan upaya mediasi antarpihak tapi gagal menemui kesepakatan. Dalam mediasi penggugat meminta PT KAI membayar ganti materiil sebesar Rp1,5 miliar.

Kuasa Hukum PT KAI dalam suratnya menyampaikan, sebagai tergugat pertama menolak atau tidak sepakat atas usulan perdamaian warga yang didampingi LBH Federasi Advokat Republik Indonesia (Ferari) Kota Tegal.

“Sehubungan dengan adanya usulan perdamaian yang disampaikan Budi dkk selaku para penggugat pada mediasi 25 Februari, dengan ini menyampaikan bahwa tergugat I menolak/tidak sepakat atas usulan perdamaian dimaksud,” demikian petikan surat jawaban kuasa hukum PT. KAI kepada Hakim Mediator.

Kuasa hukum warga yang tergabung dalam Paguyuban Himpunan Masyarakat Pemilik Tanah Negara (HMPTN) Kelurahan Panggung, Agus Slamet dari LBH Ferari mengatakan, awalnya, pihaknya memberikan dua pilihan usulan perdamaian.

Yang pertama, kata Agus, tergugat agar membayar ganti ongkos bongkar rumah dan atau tempat usaha serta ganti penghasilan yang hilang mencapai Rp1,5 miliar.

Selanjutnya, pilihan kedua dengan dibangunkannya kembali tempat usaha yang dibongkar di lokasi semula di Jalan Kolonel Sudiarto dengan dibantu modal usaha. “Namun mediasi gagal, sehingga persidangan kembali dilanjutkan tadi dengan agenda pembacaan gugatan,” kata Agus Slamet.

Advokat yang akrab disapa Guslam itu usai persidangan menjelaskan, pihaknya tetap akan mengikuti proses gugatan untuk membuktikan bahwa PT KAI dan Pemkot Tegal telah melakukan perbuatan melawan hukum.

“Meski demikian, kita tetap membuka ruang komunikasi agar persoalan ini juga bisa diselesaikan di luar persidangan. Kalau dari kuasa hukum Pemkot menyampaikan usulan kita akan disampaikan ke pimpinannya,” kata Guslam.

Ia membeberkan, awalnya pada 3 Maret 2020, telah terjadi penggusuran/pembongkaran bangunan hunian atau tempat tinggal dan tempat usaha milik warga yang tergabung dalam HMPTN Kelurahan Panggung.

Padahal, warga telah bertempat tinggal dan menempati tanah serta bangunan hingga mencapai 20 tahun. PT KAI mengklaim lahan yang digusur adalah miliknya. Namun, menurut Guslam, dalam persidangan PT KAI tidak pernah menunjukan bukti kepemilikan.

Warga telah menggunakan/menggarap tanah negara tersebut dengan niat dan tujuan yang baik dalam jangka waktu sekurangnya 20 tahun sebagaimana bunyi Pasal 24-25 PP No 24 Tahun 1997.

“Sehingga menurut Undang-undang warga berhak untuk memiliki dan meningkatkan status penguasaannya menjadi hak milik berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” kata Guslam.

Karena selama kurun waktu 20 tahun itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan memegang hak atas
tanah negara yang dapat dibuktikan dengan Sertifikat Hak atas Tanah dan atau Putusan Pengadilan, maka warga seharusnya memiliki prioritas untuk memperoleh hak-haknya.

“Warga telah mengajukan permohonan Surat Kepemilikan Tanah (SKT) kepada Badan Pertanahan Nasional dan juga mengajukan surat kepada Kelurahan Panggung untuk menerbitkan Surat Keterangan tanah (SKT) warga, akan tetapi permohonan para warga tersebut tidak pernah terealisasikan,” kata Guslam.

Kontributor: Wijayanto
Editor: Faisal M

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!