Serabi Likuran, Tradisi di Desa Penggarit Pemalang yang Sempat Hilang Kini Dibangkitkan Lagi

Tari'ah (65) sedang memasak Serabi Likuran di jalanan Desa Penggarit, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Sabtu sore, 8 Mei 2021. FOTO/PUSKAPIK/ERIKO GARDA DEMOKRASI

PUSKAPIK.COM, Pemalang – Warga Desa Penggarit, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, memiliki tradisi silahturahmi yang unik menjelang Lebaran. Belakangan mulai hilang ditelan zaman, kini tradisi lokal itu kembali dibangkitkan untuk terus dilestarikan.

Pemandangan tak biasa tampak di jalanan Desa Penggarit, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Sabtu sore, 8 Mei 2021. Jalanan desa itu dipenuhi ibu-ibu yang berjualan serabi, dengan tungku sederhana dari tumpukan batu-bata. Mereka tampak semangat melayani pembeli, dari anak-anak hingga orang dewasa.

Rupanya, sore itu di Desa Penggarit tengah berlangsung tradisi Serabi Likuran. Tradisi turun menurun saat bulan Ramadan menjelang Lebaran.

Baca Juga

Loading RSS Feed

Kepala Desa Penggarit, Imam Wibowo, menuturkan, tradisi turun temurun ini dilaksanakan pada 10 hari terakhir bulan Ramadan. “Serabi Likuran ini adalah media silahturahmi antar warga. Warga mengirim atau mengantarkan serabi buatan masing-masing kepada tetangga dan sanak saudara,” kata Imam.

Namun belakangan, kata Imam, seiring perkembangan zaman, tradisi nenek moyang ini mulai menghilang.

Maka dari itu, tahun ini Pemdes Penggarit mengajak warga, khususnya kaum muda, untuk membangkitkan dan melestarikan tradisi Serabi Likuran. “Sebagai desa yang ditunjuk sebagai desa kemajuan kebudayaan, maka even ini kami selenggarakan untuk me-review kembali tradisi lokal yang pernah ada, membangkitkan semangat kearifan lokal,” kata Imam.

Warga tampak antusias terhadap even Serabi Likuran ini, dibuktikan dengan banyaknya warga yang ikut berjualan serabi dan laris manis dibeli. “Dari dulu udah ada ini, zaman saya kecil juga, kalau malam pitu likur (malam 27) Ramadan, harus bikin serabi,” kata Tari’ah (65), salah satu penjual serabi.

Uniknya, warga membeli Serabi Likuran ini menggunakan uang klitik (kepingan koin yang terbuat dari kayu), yang sebelumnya mereka tukar dengan uang kartal. “Satu tangkep Rp1.000, pakai uang klitik. Alhamdulilah laris manis, tadi sampai ngantre,” kata Tari’ah.

Walau sama seperti serabi pada umumnya, namun yang khas dari Serabi Likuran ini adalah santan kinca dari gula aren ditambah parutan kelapa yang menambah rasa gurih.

Penulis: Eriko Garda Demokrasi
Editor: Faisal M

Loading

Baca Juga

Loading RSS Feed

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!