PUSKAPIK.COM, Tegal – Kasus pencabulan anak meggemparkan warga Kota Tegal. Kasus ini tengah ditangani Unit Perlindungan Perempuan & Anak (PPA) Polres Tegal Kota. Ini tergolong luar biasa karena pelaku dan korban merupakan anak-anak dan berstatus pelajar.
Dalam penanganannya polisi menggandeng Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Pekalongan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP2PA) Kota Tegal.
Kapolres Tegal Kota AKBP Rita Wulandari Wibowo, saat konferensi pers di ruang Deviacita Polres Tegal, Rabu siang, 9 Juni 2021, menjelaskan, pelaku berjumlah 3 (tiga) orang, yakni DS (14), RA (12) dan ZF (14). Sedangkan korbannya 5 (lima) orang yakni AN (8), AF (7), RV (10), RF (7) serta WS (10).
Baca Juga
“Pelaku dan korban berstatus pelajar. Mereka merupakan teman sepermainan di kampungnya,” kata Rita.
Tentang motifnya, Rita mengungkapkan, para pelaku awalnya kerap menonton video porno melalui handphone. Karena terpengaruh, para pelaku mempraktekannya kepada para korban yang merupakan teman sepermainannya dengan tindakan anal-sex atau sodomi.
“Dari Kasus ini kita ada tiga laporan polisi yang kita terbitkan. Yang mana semuanya yang menjadi pelaku ini adalah anak,” kata Rita.
Rita membeberkan, kasus pencabulan ini terjadi sejak tahun 2019 dan baru terbongkar tahun 2021. Para pelaku melakukan pencabulan di kamar mandi musala, warung, pos kamling, rumah kosong serta di sebuah base camp. Selain membujuk, para pelaku juga mengancam para korban.
“Dari tempat-tempat yang kita sebutkan tadi, dengan estimasi waktu yang terjadi pada sore hari, siang hari dan malam hari. Modusnya dengan bujuk rayu dan ancaman kekerasan,” beber Rita.
Kasus ini terbongkar bermula dari laporan salah satu warga ke polisi, setelah memergoki para pelaku sedang mencabuli korbannya. Berdasarkan laporan saksi dan orang tua korban, polisi melakukan pengembangan penyelidikan hingga akhirnya terkuak pencabulan telah dilakukan sejak tahun 2019.
“Waktu kejadiannya beragam. Karena ini sudah terjadi sejak tahun 2019 dan baru diketahui tahun 2021 ini,” ungkap Rita.
Menyinggung soal proses hukum, Rita menjelaskan, sesuai amanat Undang-undang sistem peradilan pidana anak, jika anak di bawah 12 tahun akan diambil keputusan di tingkat penyidikan. Namun dalam kasus ini para pelaku tetap menjalani proses hukum karena usianya sudah di atas 12 tahun. Selain itu, ancaman hukuman pada pasal yang dikenakan adalah diatas 7 tahun, sehingga tidak bisa dilakukan diversi.
“Karena ini usianya 12 tahun lebih 9 bulan sehingga kita tidak bisa lakukan itu (pengambilan keputusan ditingkat penyidikan). Dan kita tidak bisa melakukan diversi karena sesuai ketentuan pasal 7 Undang Undan nomer 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, bahwa ancaman pidananya diatas 7 tahun,” tegas Rita.
Para pelaku dijerat pasal 82 ayat (1) Jo pasal 76 E UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Kontributor: Wijayanto
Editor: Amin Nurrokhman
Baca Juga