PUSKAPIK.COM, Slawi – Kebijakan konsolidasi atau penggabungan proyek fisik yang bersumber dari APBD II di Kabupaten Tegal dikeluhkan para Kontraktor atau Penyedia Jasa kelas gurem alias bermodal kecil. Mereka terancam bangkrut, lantaran selalu kalah saat mengikuti lelang proyek konsolidasi.
Seperti diketahui, kebijakan konsolidasi itu merupakan imbauan atau rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk menggabungkan paket-paket proyek dibawah Rp. 200 juta rupiah.
Menyoroti hal itu, mantan Ketua Komisi D (IV) DPRD Kabupaten Tegal, Harjo Rasdi, menilai APBD tidak berplihak pada rakyat kecil.
Baca Juga
“Kalau seperti ini, berarti APBD tidak berpihak pada rakyat kecil,” ujar Harjo Rasdi, Minggu, 25 September 2022.
Menurut Harjo Rasdi, tidak sedikit pemborong kecil yang gigit jari saat mengikuti lelang proyek yang bersumber dari APBD II.
Mereka selalu kalah dengan adanya dokumen dukungan aspalt mixing plant (AMP) yang hanya dimiliki oleh segelintir orang.
Para pemborong kecil, rata-rata tidak memiliki AMP. Mereka hanya mengandalkan penawaran yang turun antara 10 hingga 15 persen dari nilai pagu lelang.
“Tapi tetap saja kalah meskipun sudah menawar sampai 15 persen. Sementara yang memiliki AMP dan hanya menawar 3 sampai 5 persen malah dimenangkan. Sebenarnya ini ada permainan apa?,” tanya Harjo Rasdi, warga Margasari ini.
Selebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tegal, Rustoyo, mengaku kerap mendapat keluhan dari para pemborong yang selalu kalah saat mengikuti tender proyek di Kabupaten Tegal.
Mereka kalah lantaran tidak memiliki dukungan AMP. Sedangkan pemilik AMP di Kabupaten Tegal, hanya beberapa gelintir orang.
Pemilik AMP, ungkap Rustoyo, disinyalir kerap melakukam monopoli dukungan. Karena itulah, Rustoyo menyayangkan adanya dugaan monopoli itu.
“Mestinya pemborong kecil jangan dimonopoli. Kasihan mereka. Mereka juga butuh pekerjaan. Butuh makan untuk keluarganya,” kata Rustoyo.
Rustoyo juga menyinggung dinas terkait supaya tidak ‘main mata’ dengan pemborong besar. Alih-alih memiliki dukungan AMP, pemborong besar selalu dimenangkan. Padahal, tawaran dalam lelang hanya turun antara 1 hingga 3 persen.
Sementara pemborong lainnya yang menawar hingga 15 persen, tetap dikalahkan.
“Ini sepertinya ada permainan. Tolong dinas terkait jangan seperti itu. Kasihan lah sama pemborong kecil,” tandasnya.
Kontributor : Wijayanto
Baca Juga