Politik Sinterklas dan Pejabat Korupsi

Partai politik panaskan mesin organisasinya dan semua optimis bakal menang pemilu. Bahkan partai-partai baru yang belum mengakar jaringan massanya pun sudah berkhayal didalam lamunannya, “kan kujemput kekuasaan itu untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Para bakal capres dan bacaleg (pusat dan daerah) bermanuver, segenap politisi menyongsong tahun 2024, yo wis ben. Rapat-rapat, kumpuluan-kumpulan dan entah itu sudah bergeliat apa belum? yo wis ben.

Narasi politik bersahutan, jargon kampanye bertebaran, yo wis ben. Nah ini yang ditunggu rakyat, money politik sudahkah mulai dibagikan? Jika sudah, yo wis ben.

Baca Juga

Loading RSS Feed

Kontestasi pemilu 2024 tinggal dua tahun lagi, bukan waktu yang lama dalam konteks persiapan hajat demokrasi. Jika hari ini partai-partai politik bersiap terjun ke gelanggang lalu semua politisi ancang-ancang merebut hati pemilih, wajar adanya dan sesuai kebutuhan.

Trending topik yang masih ngehits sampai hari ini yakni soal kenaikan harga BBM dan sejumlah harga kebutuhan pokok, kritik pedas bergemuruh, “Para capres dan caleg-caleg tak punya empati kepada rakyat, harga-harga naik malah sibuk memburu kekuasaan atau kemenangan pemilu. Iya enggak gitu juga kali bro !

Pemilu sudah diambang pintu bagi mereka, ndilalah ngepasi dengan naiknya harga-harga. Agenda pra kampanye tentu sudah lama tersusun rapi. Maka bukan soal empati atau enggak empati melihat keadaan rakyat, namun mereka berkegiatan sesuai apa yang terjadwal jauh-jauh hari.

Bicara empati, saya yakin mereka (politisi) juga punya empati, bukankah hati nurani milik semua orang? Tentu rasa nelangsa, kasihan dan sebagainya melihat harga-harga naik dan memberatkan pundak rakyat bergelanyut dibenak mereka.

Nah jadi positif thinking saja lah, misalkan ketika kelompok bakal capres A, B, dan C bagi-bagi beras atau minyak goreng, partai-partai politik atau bacaleg kurang lebih membagikan barang yang sama, kita maknai itu sebagai aksi berlomba-lomba didalam kebaikan.

Manakala kita berfikir hal tersebut adalah pencitraan atau kemunafikan, tidak baik bagi kesehatan jasmani dan rohani kita semua. Berfikir positif menyehatkan jiwa dan raga, kita khusnudzon “aksi Sinterklas” para politisi itu dalam rangka fastabiqul khairat.

Mungkin nanti tinggal bagi-bagi voucer BBM gratis untuk angkutan umum atau kendaraan roda dua yang kian terjepit gara-gara kenaikan harga energi fosil itu, misalnya.

Jikalau semua peserta pemilu pada semua level dan tingkatan mulai hari ini hingga jelang hari H pemilu rajin membagikan sesuatu kepada rakyat atau pemilih, bukankah itu bukan hal yang baru dan jamak dilakukan?

Eh tapi gara-gara cost politik yang tinggi itulah biang kerok politisi atau pejabat publik melakukan korupsi? pertanyaanya adalah misalkan nih, kontestan yang menang dengan biaya minimalis mungkin karena dikenal sebagai sosok yang baik dan dekat dengan rakyat, apakah sampean yakin ketika berkuasa tidak bakal korupsi?

Jadi korupsi itu apa sebabnya? Sungguh ku tak tahu, ini persoalan pelik yang cuma bisa dijawab oleh akademisi dan pegiat anti-korupsi.

Opini : Nur Iman Ahmadi (Rakyat Pemalang)

Loading

Baca Juga

Loading RSS Feed

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!