Money Politic Bukan Noda Demokrasi, Legalkan Saja!

Money politik dianggap sebagai noda yang menjijikan, najis bagi demokrasi, semua pihak mengutuk ! Eh tapi benang kusut yang sudah membudaya itu, apa solusinya belum ada satupun pihak yang menawarkan kiat-kiat jitu dan lalu ditawarkan baik kepada Kepolisian, kepada KPU dan Bawaslu.

Seringkali kita dengar politisi atau tokoh masyarakat berstatement memohon kepada aparat penegak hukum untuk menindak hal tersebut. Ini bukan solusi, penindakan hukum terhadap money politik ibarat pemadam kebakaran yang memadamkan api setelah kebakaran terjadi.

Money politik nodai kualitas pemilu, semua mengatakan hal itu. Satu: karena legitimasi politik yang direngkuh sang pemenang (tidak utuh) sebab pemilih menentukan pilihannya berdasarkan isi amplop. Namun tidak semuanya, karena banyak juga rakyat yang istiqomah dengan pilihannya meskipun nerima angpao dari calon-calon lain.

Baca Juga

Loading RSS Feed

Dua: melahirkan biaya politik tinggi lantas bermuara pada korupsi. Tiga: yang namanya suap-menyuap melanggar norma-norma termasuk kaidah agama.

Kembali ke persoalan diatas, apa solusinya?? Apakah dengan edukasi? Narasi-narasi edukatif menolak politik uang jelas tidak efektif. Wejangan serta petuah bijak bahkan fatwa dari pemuka agama tak mampu meminimalisir, mengurangi sedikit sih iya.

Lagi-lagi berbagai pihak meminta ketegasan APH dan pengawas pemilu menindak pelanggaran tersebut dan mendiskualifikasi calon yang pecutnya nyebar uang. Ya itu betul namun tak sesederhana itu, menurut saya !

Karena begini: money politik itu massif dan meluas, ibarat air nyemprot ke ribuan titik. Pada beberapa titik APH dan Bawaslu cekatan menindak, entah karena adanya laporan atau pengawasan yang ada, tetapi bagaimana dengan ratusan bahkan ribuan titik-titik lainya??

APH dan Bawaslu terutama, dengan keterbatasan jumlah SDM yang ada tangan-tangan mereka tak sanggup mengawasi dan menindak semua  peristiwa money politik itu. Lalu dengan penindakan beberapa titik itu apakah dapat mendiskualifikasi si calon?  Kalau penindakan tersebut menimpa semua calon bagaimana? Berarti diskualifikasi semua dong. Maka sekali lagi tak sesimpel yang kita bayangkan, lantas apa solusinya?

Jalan keluar mengurai sengkarut money politik adalah dengan melegalkan, anggap itu sebagai hadiah atau doorprize para calon atau timsesnya kepada pemilih (rakyat).

Legalitas terhadap money politik pada satu sisi menimbulkan dampak biaya pemilu tinggi, semua calon jor-joran bahasa Pemalange ‘ menyebar uang. Lalu berefek pada korupsi untuk mengembalikan modal.

Benarkah argumen itu? belum tentu. Misalkan kontestan yang menang dengan cost politik rendah, apakah ada jaminan bersih dari korupsi? Adakah jaminan tidak memiliki hasrat mengembalikan modal? Tidak ada jaminan tentunya.

Legalisasi money politik apakah artinya membeli suara rakyat? Menurut saya pribadi suara rakyat enggak bisa dibeli. Rakyat yang didalam hatinya sudah ada kecenderungan memilih calon si A tidak mudah merubah pilihannya cuma dengan angpao Rp 50 ribu, misalnya.

Bagi swing voters atau pemilih ragu-ragu bisa jadi money politik berefek, namun besaran jumlah swing voters itu dibandingkan pemilih yang sudah menentukan pilihan selalu lebih kecil. Artinya money politik sejatinya tidak berpengaruh besar terhadap legitimasi sang pemenang. Karena suara rakyat sekali lagi enggak bisa dibeli.

Konklusinya adalah rubah perspektif kita semua ikhwal money politik ! bahwa bagi-bagi angpao, sembako dan seterusnya anggaplah sebagai hadiah atau doorprize kepada rakyat. Kepada negara dalam hal ini Pemerintah, DPR, KPU dan Bawaslu saya mengusulkan supaya hal tersebut dilegalkan atau dengan kata lain bukan termasuk pelanggaran pemilu dan noda bagi demokrasi. Terima kasih.

Opini oleh : Nur Iman Ahmadi (Rakyat Pemalang)

*isi, materi dalam tulisan opini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis

Loading

Baca Juga

Loading RSS Feed

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!