BANYUMAS (PUSKAPIK)-Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, berharap Ma’ahid al-Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU), agar mengolaborasikan Madrasah Diniyah (Madin) dengan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Hal itu untuk meredam keresahan terkait pengakuan Madin atau madrasah pondok pesantren dengan MI-MTs. Ia juga meminta agar NU tidak minder karena memiliki kebanggaan yang harus dipertahankan.
“Ada keresahan tentang pengakuan Madin dengan yang formal. Formal yang dimaksud adalah MI-MTs. Ini juga harus dikolaborasikan karena memang posnya berbeda-beda, bidangnya berbeda,†kata pria yang akrab disapa Gus Yasin ini, saat memberikan pengarahan dalam acara Naharul Ijtima’ dengan tema “Silaturrahim Masyayikh NU Kultural dan Struktural untuk Kemaslahatan Umat, Bangsa, dan Negaraâ€, di Pondok Pesantren Anwarus Sholihin, Banyumas, Minggu malam lalu, (12/1/2020).
Dia menjelaskan, keresahan itu muncul ketika mulai banyak masyarakat yang memilih tidak menyekolahkan anaknya di Madin dan hanya memilih di MI-MTs saja.
“Padahal sisi-sisi yang tidak dimiliki oleh MI dan SD saat itu justru diperoleh dari Madin, TPQ, dan Pondok Pesantren,†ujar mantan Anggota DPRD Jawa Tengah ini.
Mengenai satu metode kesepakatan mengenai Madin dan Pondok Pesantren, Gus Yasin masih menunggu siapa yang akan memunculkan ide tersebut. Sebab, ketika pemerintah provinsi yang memunculkan ide tersebut pasti akan muncul anggapan kalau pemerintah mengintervensi lembaga.
“Saya menunggu siapa yang memunculkan. Saya sudah dianggap dari Pemerintah, kalau saya yang memunculkan pasti banyak anggapan pemerintah mengintervensi. Tapi alhamdulilah tadi katanya sudah ada di meja PWNU, jadi saya menunggu kesepakatan itu dimunculkan oleh NU,†terangnya.
Setelah kesepakatan yang telah diikrarkan oleh Rabithah Ma’ahid Al Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama (NU) maka tinggal menunggu hasil kolaborasi RMI dengan FKPP atau pembuat kurikulum di MI-MTs. “Bagaimanapun itu serumpun,†ungkapnya.
Selain itu, dia juga berpesan kepada NU agar tidak minder dan tetap menjaga kebanggaan dengan apa yang telah dimiliki selama ini. Terlebih NU dengan para Masyayikh telah menjadi bagian sejarah kemerdekaan Indonesia.
“NU tidak boleh minder, harus percaya diri. Kita punya sejarah dari resolusi jihad yang kemudian menjadi hari santri. Lalu soal istilah-istilah yang sudah NU miliki, kita lebih dulu memakai istilah itu kalau di tempat lain menggunakan itu kita harus tetap menjaganya dengan memperjelas dengan karakter NU. Itu yang pemerintah tunggu. Pemprov juga ingin lebih dekat dengan NU dengan hal-hal yang sudah dimiliki,†ujar Gus Yasin. (AR)