BAGI sebagian besar warga Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, sosoknya mungkin sudah tak asing. Banyak yang mengenalnya sebagai wartawan, pun juga aktivis jalanan. Pria yang menghabiskan separuh hidupnya di jalanan ini kerap juluki ‘Sang Demonstran’ lantaran kerap muncul dalam aksi-aksi unjuk rasa di Kota Ikhlas.
Adalah HERU KUNDHIMIARSO atau yang akrab disapa KUNDHI. Kenyang jadi parlemen jalanan, Ia belakangan memutuskan untuk hijrah politik, maju di kontestasi Pemilihan Legislatif (Pileg) Kabupaten Pemalang 2024 mendatang.
REKAM JEJAK
Baca Juga
Bisa dibilang, Kundhi bukanlah sosok yang asing bagi wong Pemalang dengan latar belakang pengalamannya sebagai jurnalis (wartawan) dan aktivis serta pegiat sosial, juga musisi. Kini Kundhi sendiri menjadi CEO atau Pemilik media online PUSKAPIK.COM.
Pria kelahiran Pemalang 12 Maret 1978 itu juga menjabat Direktur Pusat Informasi dan Kajian Kebijakan Publik (PUSKAPIK), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang banyak berkiprah melakukan advokasi (pendampingan) warga.
Melihat jauh ke belakang, medio 2004 menjadi tahun-tahun penting bagi Heru Kundhimiarso, dimana dirinya mulai menentukan arah hidup. Hobinya melumat bacaan di majalah Tempo sejak masih sekolah akhirnya menariknya untuk terjun di dunia jurnalistik.
Menjadi kuli tinta adalah jalan Kundhi untuk menafkahi sang istri, Indah Roaini, dengan keluarga kecilnya.
Kundhi sendiri mengawali karir wartawan dengan bergabung pada surat kabar Koran OBOR, media lokal Pemalang yang sempat terbit dalam bentuk media cetak. Terakhir, ia sempat menjadi wartawan sekaligus Kepala Perwakilan di surat kabar Harian Nirmala Post, sebelum akhirnya perusahaan media yang kondang di wilayah pantura itu gulung tikar.
Haus pengalaman membawa Kundhi pergi merantau ke Ibu Kota. Dengan tekad bulat, ia pergi ke Jakarta meskipun harus meninggalkan keluarga kecilnya di kampung halaman. Selama di Jakarta pun, hidupnya tetap saja tak bisa jauh dari kegiatan-kegiatan berbau aktivisme.
Kondisi sosial dan lingkungan Ibu Kota yang miris tak bisa membungkam nuraninya. Kundhi bergabung dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Non Government Organization yang paling kritis terhadap isu-isu sosial dan lingkungan hidup.
Saat bergabung di WALHI, dirinya menjabat Kepala Departemen Advokasi. Puncak pengalamannya di WALHI adalah ketika mengadvokasi warga dalam memprotes pembangunan Apartemen Nine Residence di Kemang Jakarta Selatan tahun 2015 silam. Sewaktu itu, Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Rindu akan kampung halaman dengan kehangatan keluarga akhirnya membuatnya memutuskan pulang ke Kabupaten Pemalang. Melihat tanah kelahirannya tak banyak berubah, Kundhi pun gerah.
Bersama rekan-rekan seperjuangannya, Kundhi kemudian membangun PUSKAPIK (Pusat Informasi dan Kajian Kebijakan Publik). Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konsen pada kebijakan publik ini getol mengawasi segala kebijakan pembangunan pemerintah daerah.
Sikapnya yang selalu kritis terhadap isu sosial, membuat dirinya tak bisa diam ketika melihat kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai menyimpang dan tak memihak rakyat. Ia pun sering menjadi motor penggerak unjuk rasa di Kota Ikhlas.
Puncaknya saat Mukti Agung Wibowo berkuasa 2020 lalu. Hampir setiap bulan, Kundhi bersama rekan-rekan aktivisnya menggeruduk Kantor Bupati Pemalang. Bukan tanpa alasan, itu dilakukan Kundhi lantaran dirinya menemukan banyak kebobrokan.
Membawa bendera Aliansi Masyarakat Pemalang Raya (AMPERA), Kundhi terus mengobarkan perlawanan, hingga kebenaran menemui jalannya. Mukti Agung Wibowo akhirnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus suap jual beli jabatan.
Banteng Mbedhal Kandang
DUNIA politik sebetulnya bukan hal asing bagi Kundhi. Sebab, alhamarhum bapaknya SUHARDI pasca reformasi 1998 adalah salah satu pendiri PDI Perjuangan di Kabupaten Pemalang. Namun, keputusan aktor parlemen jalanan itu terjun menjadi calon anggota DPRD Pemalang itu cukup mengundang tanya.
Ya, meski dilahirkan dari garis politik nasionalis abangan, pada akhirnya Kundhi justru memilih berjuang bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai yang dikenal religius dan berbasis warga Nahdliyin. Barangkali inilah penyebabnya.
“Saya sudah kenyang hidup di jalanan. Untuk itu, saya ingin berpolitik sekaligus memperdalam ilmu agama dan ibadah. Sebab, di PKB banyak tokoh alim ulama yang saya tentu bisa banyak belajar dari mereka,” begitu katanya.
Satu hal yang membuat dirinya mengambil keputusan besar hijrah dari JALANAN menuju PARLEMEN adalah agar bisa lebih memberikan manfaat bagi wong Pemalang, begitu cita-cita dan tekad kuatnya. Semoga terkabul niat baiknya dan mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Penulis : ADVERTORIAL
Baca Juga
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article. https://accounts.binance.com/en-IN/register?ref=UM6SMJM3