PUSKAPIK.COM, Tegal – “Nama saya Tan Malaka. Saya lahir di surau kecil di sebuah nagari di Minangkabau…,” kata seseorang yang Pelan-pelan muncul dari belakang penonton sambil menenteng sebuah tas berwarna gelap.
Dialog ini, mengawali Joind Bayuwinanda mementaskan Monolog Ular, di Meja Revolusi karya Ahda Imran, di Aula YPP UPS Tegal, Minggu (7/ /72024). Pertunjukan ini berlangsung selama kurang lebih 45 menit.
“Sebentar lagi saya entah berada di mana. Dan bila benar kelak ada kehidupan berikutnya setelah kehidupan di alam dunia ini, maka orang pertama yang ingin saya temui adalah ayah dan ibu saya. Saya ingin meminta ampun dan maaf karena saya tak pernah menziarahi kubur mereka,” sambung Tan Malaka.
Baca Juga
Dialog-dialog yang kuat menjadi ciri pementasan monolog ini. Sebelum di UPS Tegal, Monolog Ular, di Meja Revolusi imi, tanggal Februari 2024 dipentaskan di BlackBox Wahyoedin Noersan, Jakarta Barat.
Diakhir pertunjukan aktor bergegas berganti pakaian, pakaian yang tadinya dipakai oleh tokoh Tan Malaka, lalu berganti dengan tokoh manusia biasa menggunakan kaca mata hitam, celana jin, menggunakan topi, blazer dan bersepatu santai.
Lalu ia mengemas buku-buku tebal itu ke dalam tas hitam dengan mengulang dialog seperti di bagian awal.
“Nama saya Tan Malaka. Saya lahir di surau kecil di sebuah nagari di Minangkabau…,” ujar aktor itu dengan mengemas barang bawaannya dan keluar dengan menenteng tas hilang di antara penonton, tepuk tangan penonton bergemuruh, mengakhiri pertunjukan.
Usai pertunjukan dilanjutkan diskusi pementasan, dengan menghadirkan Joind Bayuwinanda selaku aktor dan sutrada dan dipandi oleh Joko SCT seniman asal Slawi.
Salah seorang penonton, Apito Lahire sekaligus penggiat teater di Tegal mengutarakan usai menyaksikan monolog bahwa Joind sebagai aktor sekaligus sutradara monolog tersebut sedang ‘membongkar sosok tokoh Tan Malaka’ dalam segala dinamika kemanusiaannya.
“Ia menghadapi banyak himpitan, pertentangan, ancaman dari pihak lain yang berseberangan secara ideologi. Bahkan yang seideologi karena pemikirannya yang progesif revolusioner seperti pengembaraan tubuh geografisnya dan pergerakan pengetahuannya sampai kini melewati batas kultural, menyelinap di antara kerumunan masa lalu, masa kini dan nanti,” ujar Apito.
Yono Daryono yang merupakan seniman dan sutradara Teater RSPD mengutarakan usai menyaksikan pertunjukan monolog tersebut bahwa kekuatan aktor bermain bagus.
“Salut, aktor tetep inten dan bermain bagus selamat untuk mas Joind Bayuwinanda,” ujarnya.
Pertunjukan monolog itu dipersembahkan oleh Sindikat Aktor Jakarta dan Ikatan Drama Jakarta Barat (Indraja) dan didukung Kampung Seni Tegal, Teater Akar UPS Tegal, Teater Gemblong. **
Penulis : parera_red
Baca Juga