BANYUMAS (PUSKAPIK) – Bupati Banyumas Achmad Husein diwakili Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Periwisata (Dinporabudpar) Asis Kusumandani meresmikan Omah Sastra Ahmad Tohari, Sabtu (25/1/2020) malam. Omah Sastra Ahmad Tohari berada di Agro Karang Penginyongan (AKP), wisata alam edukasi yang berada di Grumbul Menggala, Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas atau berjarak 25 km ke arah barat kota Purwokerto.
Nama pengarang trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari sengaja disematkan di omah sastra tersebut mengingat masyarakat sastra Indonesia bahkan dunia telah mengenalnya. Karya-karyanya begitu membumi dan telah masuk jajaran sastrawan handal.
Liem Koeswintoro, pemilik Agro Karang Pangiyongan sengaja mempersiapkan wahana ini sebagai tempat rekreasi yang dilengkapi dengan fasilitas pendidikan karakter bangsa. Omah sastra ini tidak khusus untuk karya-karya Ahmad Tohari, baik karya-karya pribadi ataupun karya yang berkesinambungan dengan sastra, tetapi juga budaya penginyongan pada umumnya.
Baca Juga
Dalam sambutan yang dibacakan Asis Kusumandani, Bupati Banyumas menyambut baik peresmian Omah Sastra Ahmad Tohari. Keberadaannya diharapkan menjadi tempat wisata sastra yang sekaligus mampu menggugah, menginspirasi serta meningkatkan minat kepada generasi muda terhadap sastra. Sehingga mereka akan memahami kultur keberagamaan.
“Sejak dini generasi muda perlu diperkenalkan agar mengerti, memahami dan menghargai sastra secara sadar, sehingga mereka dapat menerapkan nilai-nilai dalam kehidupan,” katanya.
Salah satu tujuan dibangunnya rumah sastra ini adalah untuk mewadahi dan melestarikan karya-karya seni dan sastra, khususnya yang berkaitan dengan Ahmad Tohari dan budaya penginyongan. Peresmian ditandai dengan pemukulan gong dan juga dimeriahkan dengan Sendra Tari Dukuh Paruk.
Sementara itu, Ahmad Tohari mengatakan, saat ini budaya literasi masyarakat Indonesia sangat rendah. Hal itu merupakan salah satu variabel penyebab ketertinggalan Indonesia dari bangsa lain. Dia mendorong anak-anak muda tidak hanya membaca tetapi juga menulis.
“Di sini sedikit yang membaca, tetapi lebih sedikit lagi yang menulis. Makanya, urutan tingkat literasi Indonesia berada di angka 60. Sementara Malaysia bahkan sudah di tingkat 18. Jauh meninggalkan kita,” katanya.
Ahmad Tohari menambahkan, sastra bisa mengasah kepekaan dan kemanusiaan. Bahkan penanaman karakter jauh lebih mudah melalui ilmu sastra. (AR)
Baca Juga