Guru di Persimpangan Zaman, Profesi Strategis yang Masih Belum Dilindungi Negara
- calendar_month Sel, 25 Nov 2025


Kesejahteraan yang Jauh dari Layak
Masalah paling menahun adalah kesejahteraan. Data Balitbang Kemendikbud (2019) menunjukkan hampir separuh guru honorer memperoleh upah di bawah standar kebutuhan layak. Ini bukan sekadar masalah gaji, tetapi persoalan martabat profesi dan keteguhan komitmen negara terhadap tenaga pendidik.
Teori motivasi Herzberg (1959) menegaskan bahwa gaji dan keamanan kerja adalah faktor dasar yang memengaruhi kinerja. Guru yang hidup dalam kondisi ekonomi tidak stabil sulit diharapkan menjalankan pembelajaran berkualitas tinggi. Prasojo (2020) menunjukkan bahwa ketidakpastian status guru honorer meningkatkan risiko kelelahan emosional (emotional fatigue) dan menurunkan efektivitas pedagogi.
Kebijakan pengangkatan PPPK menjadi langkah awal, tetapi belum menyentuh akar persoalan: struktur pendanaan pendidikan yang timpang, birokrasi daerah yang berbelit, serta ketergantungan sekolah terhadap anggaran daerah yang tidak merata.
Kriminalisasi Guru: Ancaman Baru Profesi Pendidikan
Tantangan lain yang membayangi adalah meningkatnya risiko kriminalisasi guru. Kajian Setiawan (2021) menyebut fenomena ini sebagai bentuk pedagogical criminalization, di mana tindakan mendidik termasuk pendisiplinan yang wajar dalam konteks pedagogis—dipersepsikan sebagai tindakan melanggar hukum oleh sebagian masyarakat.
Di banyak negara, konflik pendidik-orang tua terlebih dahulu diselesaikan melalui mekanisme etik atau dewan profesi. Namun di Indonesia, laporan polisi kerap menjadi jalan pertama.
- Penulis: Redaksi
- Editor: Nia


























