Guru di Persimpangan Zaman, Profesi Strategis yang Masih Belum Dilindungi Negara
- calendar_month Sel, 25 Nov 2025


Akibatnya, banyak guru bekerja dalam suasana ketakutan: enggan menegur, enggan menanamkan nilai, bahkan enggan mendisiplinkan siswa karena khawatir dilaporkan. Padahal Yamin dan Nuryadi (2017) menegaskan bahwa pendidikan karakter tidak mungkin terwujud jika guru kehilangan otoritas pedagogisnya.
Fenomena ini menandakan kurangnya keseimbangan antara perlindungan anak dan perlindungan profesi guru. Keduanya tidak boleh dipertentangkan. Negara seharusnya menyediakan payung hukum yang tegas agar guru tidak dikriminalisasi selama menjalankan praktik pedagogis sesuai standar profesional.
Agenda Mendesak Kebijakan Pendidikan
Untuk mengembalikan wibawa dan efektivitas profesi guru, setidaknya ada tiga agenda mendesak:
Pertama, reformulasi beban kerja guru.
Penyederhanaan administrasi, digitalisasi yang relevan, dan penguatan pelatihan berkelanjutan harus menjadi prioritas.
Kedua, perbaikan menyeluruh sistem kesejahteraan.
Reformasi pendanaan pendidikan perlu dilakukan agar kesejahteraan guru tidak tergantung APBD yang timpang antar daerah.
Ketiga, undang-undang perlindungan profesi guru.
Indonesia perlu mengikuti rekomendasi Education International (2021) untuk membentuk Teacher Protection Act yang menempatkan tindakan pedagogis sebagai domain profesional, bukan domain pidana.
Penutup
Guru berada di jantung peradaban. Namun selama negara belum menempatkan mereka sebagai profesi strategis yang harus dilindungi, peningkatan kualitas pendidikan tidak akan bergerak signifikan.
Hari Guru seharusnya menjadi cermin bagi bangsa ini bahwa penghormatan bukan hanya berupa ucapan, melainkan tindakan konkret yang memastikan guru memperoleh martabat, perlindungan, dan kesejahteraan yang layak.
- Penulis: Redaksi
- Editor: Nia


























