Ketika Bencana Turun dari Kebijakan, Bukan dari Langit
- calendar_month Sab, 29 Nov 2025


UNDRR mencatat peningkatan frekuensi banjir akibat hilangnya hutan dan perubahan tata ruang.
Daerah tambang nikel di Morowali dan Konawe mengalami pola banjir baru yang sebelumnya tidak tercatat dalam sejarah geomorfologi.
Fakta ini menunjukkan bahwa:
Bencana yang disebut “alam” sebenarnya adalah produk kebijakan yang mengizinkan eksploitasi tanpa kontrol.
Banjir tidak muncul tiba-tiba; ia disiapkan perlahan melalui keputusan-keputusan resmi.
Ketika Hujan Disalahkan, Sains Diperhalus, dan Pelaku Dibiarkan
Setiap bencana datang, pemerintah sibuk menyebut bahwa curah hujan ekstrem adalah penyebab utama.
Tetapi jarang bertanya siapa yang menebangi hutan, mengonversi lahan, mengalihfungsi sungai, dan memberikan izin di atas patahan aktif.
Penjelasan teknis seperti milik Andi Arief sering dipakai sebagai peredam kritik, bukan sebagai peringatan.
Sementara kritik struktural seperti Saididu dicap politis, bukan sebagai alarm.
Padahal pengetahuan ilmiah hari ini jelas:
Bencana adalah pertemuan antara kerentanan alam dan kesalahan manusia.
Dan di Indonesia, kesalahan manusia jauh lebih dominan.
Editorial Sikap: Indonesia Memasuki Darurat Tata Kelola Ekologi
Kita sedang memasuki fase di mana bencana tidak lagi bisa diperlakukan sebagai kejadian alam semata.
Akar utamanya terletak pada tata kelola ruang dan ekonomi yang melonggarkan keserakahan, bukan memperketat perlindungan lingkungan.
Langkah strategis yang harus diambil:
Moratorium industri ekstraktif di zona rawan geomorfologi dan DAS kritis.
- Penulis: Guntur
- Editor: Nia

























