Asal Usul Gunung Slamet, Legenda Hingga Kerusakan Alam
- calendar_month Sel, 9 Des 2025


Kerusakan Alam Lereng Gunung Slamet
Kasus bencana alam di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat. Kondisi serupa dinilai dapat terjadi di wilayah lereng Gunung Slamet yang sebagian telah mengalami kerusakan.
Di media sosial, banyak beredar video penambangan pasir di lereng Gunung Slamet. Di akun TikTok Puskapik.com, video aktivitas penggalian material di selatan lereng Gunung Slamet, Desa Gandatapa, Sumbang, Banyumas, memicu kekhawatiran warga. Mereka menilai pengerukan yang terus berlangsung dapat merusak lingkungan hulu, mengubah kontur tanah, dan meningkatkan risiko banjir serta longsor saat musim hujan.
Seruan penolakan tambang pun muncul, menekankan pentingnya menjaga kawasan resapan air dan hutan penyangga. Warga meminta pemerintah meninjau perizinan, mengawasi ketat kegiatan galian, menindak pelanggaran, dan memulihkan lahan agar kerusakan tidak meluas.
“Kerusakan terparah di Pandansari Kaligua, karena bekas proyek Geotermal,” ujar Ketua Aliansi Pemerhati Hutan dan Lingkungan Lereng Gunung Slamet Kabupaten Tegal, Abdul Hayi, Selasa 9 Desember 2025.
Kerusakan alam lereng Gunung Slamet juga terjadi di wilayah Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes. Di Kabupaten Tegal, luas kerusakan mencapai 49,8 hektare, sementara di Kabupaten Brebes mencapai 150 hektare. Kerusakan tersebut terjadi akibat pembabatan hutan untuk alih fungsi menjadi lahan pertanian, padahal wilayah itu merupakan kawasan hutan lindung.
“Hutan lindung tidak boleh digunakan untuk pertanian,” tegas Abdul Hayi.
Aliansi Pemerhati Hutan dan Lingkungan Lereng Gunung Slamet telah melakukan audiensi dengan Perhutani, mendesak tanggung jawab lembaga tersebut. “Kami bekerja sama dengan lintas dinas mengadakan reboisasi dengan menanam 10 ribu bibit,” kata Abdul Hayi.
Selain itu, organisasi tersebut juga melakukan pendekatan kepada warga untuk memberikan edukasi mengenai pentingnya kelestarian hutan di lereng Gunung Slamet.
“Namun, upaya penanaman kembali tidak maksimal, karena tidak diikuti manajemen pemeliharaan dan perawatan oleh Perhutani dengan baik,” pungkasnya. **
- Penulis: Guntur
- Editor: Nia





















