Narasi Fiksi Manusia dan Algoritma Alam
- calendar_month 3 jam yang lalu


Masalahnya, kebijakan yang merusak alam saat ini lahir dari algoritma biologis kuno kita, seperti ketamakan jangka pendek, yang tidak lagi relevan untuk mengelola kompleksitas ekosistem global.
Di sinilah berpikir komputasional muncul sebagai nakhoda yang menjaga kedaulatan hidup kita.
Keberlangsungan hidup di bumi menuntut kita untuk meninggalkan pola pikir yang samar dan beralih ke metodologi di mana segala sesuatu benar-benar dihitung dan terhitung.
Dalam kerangka berpikir komputasi, alam bukan lagi dianggap sebagai latar belakang yang statis, melainkan sebuah variabel kompleks yang memiliki batas kapasitas yang pasti.
Jika pengambil kebijakan menggunakan metodologi ini, mereka tidak akan lagi bisa mengabaikan dampak deforestasi, karena dalam logika algoritmik, kehilangan satu komponen vital akan merusak keseluruhan fungsi sistem.
Eror Logika Fatal
Kebijakan yang merusak alam akan terdeteksi sebagai “eror” logika yang fatal, sebuah kegagalan sistemik yang secara otomatis harus ditolak karena tidak sinkron dengan dataset ideal alam.
Dengan menghilangkan bias semu, kita dipaksa untuk memasukkan variabel ekologis yang selama ini diabaikan ke dalam kalkulasi utama pembangunan.
Langkah konkretnya adalah menciptakan “debugging” terhadap regulasi yang ada, di mana setiap izin industri harus melalui simulasi komputasional yang menghitung jejak ekologisnya secara presisi hingga berabad-abad ke depan.
Tidak ada lagi ruang bagi lobi politik atau retorika kosong, karena setiap tindakan harus memiliki kalkulasi input-output yang transparan.
- Penulis: Redaksi
- Editor: dwa














