Pasar Slumpring, Kuliner di Kaki Gunung Slamet Jadi Favorit Artis
- calendar_month 5 jam yang lalu


Kini, sekitar 60 pedagang aktif berjualan di Pasar Slumpring ini. Tidak ada makanan instan di pasar ini.
Uniknya, untuk menikmati beragam kuliner tradisional Pasar Slumpring, pengunjung tidak menggunakan uang tunai. Pengunjung harus menggunakan uang koin bambu. Setiap 1 koin bambu seharga Rp2000-Rp2.500. Koin bambu bukan sekadar alat tukar, tapi bagian dari pengalaman budaya.
Khayyi menegaskan bahwa pasar ini tidak mencari keuntungan besar. Tiket masuk hanya Rp5.000. Parkir motor pengunjung cukup membayar Rp5.000, dan mobil Rp10.000.
Terkait jam operasional, Ia pun menjelaskan Pasar Slumpring hanya buka sampai pukul 11.00 WIB agar tak mengganggu keseharian warga desa. Ini bentuk penghormatan pada ritme hidup lokal kelestarian lingkungan.
Namun di balik cerita indah ini, ada sebuah tantangan nyata. Fasilitas parkir masih sangat terbatas. Sempitnya lahan wisata membuat pengunjung harus memarkir kendaraan di tempat yang tidak ideal.
Abdul Khayyi mengatakan, pengelola wisata Slumpring pun berharap Pemerintah Kabupaten Tegal lebih aktif mendampingi, bukan sekadar memberi bantuan, tetapi menjadi mitra sejajar dalam membangun desa.
“Kalau desa diberi ruang dan kepercayaan, kami bisa berdiri di kaki sendiri,” ungkap Khayyi.
Pasar Slumpring telah membuktikan bahwa desa di kaki Gunung Slamet bisa menjadi pusat kreativitas, ekonomi, dan pelestarian budaya, asal diberi kesempatan, didukung infrastruktur yang memadai.
Di tengah arus modernisasi yang kian kuat sehingga mampu menggerus akar tradisi, Pasar Slumpring hadir sebagai penyeimbang.
- Penulis: Guntur
- Editor: Nia





















