Menjaga Waras

LANGKAH Presiden Jokowi untuk tidak / belum menerapkan status lockdown dampak dari virus corona sudah benar. Tekanan dari pihak luar, termasuk WHO yang ‘memaksa’ agar Indonesia segera me-lock-down pada daerah yang dinyatakan telah terpapar, tidak harus diikuti. Indonesia negara berdaulat. 

Keputusan menutup akses wilayah hanya akan memicu ketakutan dan rasa panik makin memuncak. Apalagi jika tidak dibarengi dengan persiapan yang matang dan kesiagaan pemerintah dalam memfasilitasi kebutuhan warga. Dan sebagai pemimpin, Jokowi harus bertindak cepat, agar publik tidak panik tetapi juga tidak abai pada bahaya di depan mata.

Pro-kontra adalah hal yang lazim dalam sebuah kebijakan. Mari kita ambil hikmah dari peristiwa ini. Barangkali kita sedang diingatkan untuk rehat sejenak dari hiruk-pikuk dunia. Dan di saat semuanya kembali normal, semoga kita pun kembali pulih pada hakikat kehidupan yang sesungguhnya: merawat relasi dengan alam dan sesama makhluk lainnya.

Tak perlu panik berlebihan dengan corona, lalu tidak menjalani aktivitas seperti biasa. Hidup mati kita, Allah yang punya kuasa. waspada harus, phobia jangan.

Bukannya menganggap remeh dan tanpa mengurangi kewaspadaan. Tapi, respon pemerintah terhadap virus corona semestinya tidak perlu berlebihan seakan besok dunia mau kiamat, #sayagagalpaham.

Ketakutan dan kepanikan berlebihan sebagian masyarakat disumbang oleh wagunya pemerintah dalam merespon isu corona. Pada akhirnya, tingkah wagu juga polah para pemangku kebijakan di pemerintah pusat hingga pemerintah daerah membuat kita tidak tahu harus percaya kepada siapa.

Meliburkan sekolah, menghentikan aktivitas umum, memang salah satu solusi. Ini bertujuan agar persebaran Covid-19 tidak makin merajalela. Agar grafik penderita corona bergerak melandai, tidak mengerucut. Tetapi kebijakan ini tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah.

Pertama, tidak adanya jaminan siswa benar-benar belajar di rumah. Kedua, tidak adanya jaminan anak-anak justru tidak kelayapan ke mana-mana. Ketiga, materi belajar jarak jauh belum sepenuhnya siap dan dimiliki oleh institusi pendidikan kita. Ke empat, tidak adanya jaminan masyarakat kelas bawah, tetap bisa makan jika tidak keluar rumah berhari-hari. 

Maka patut juga dihargai keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono yang sampai hari ini tidak meliburkan sekolah di Yogyakarta. Sultan juga berpendapat, kondisi Jogja belum segawat Solo dan Jakarta. Sehingga tempat umum seperti pasar tradisional tetap dibebaskan beraktivitas. Pertimbangannya: kalau semua ditutup dua pekan, pedagang dan orang-orang kecil, mau makan apa? 

Yang utama dilakukan adalah upaya pencegahan dengan edukasi pola hidup sehat. Memperkuat tim medis dengan segala fasilatas yang memadai dan jaminan pemerintah untuk menanggung biaya perawatan pasien yang positif corona, harusnya lebih dimaksimalkan. Ketimbang pemerintah malah menyumbang kepanikan dengan kebijakan yang wagu.

Karena sejatinya, yang membunuh kita bukanlah wabah virus corona. Tapi kepanikan dan tingkah polah kita sendiri, lebih-lebih kepanikan berlebihan dari pemerintah.

Tetap jalani aktivitas seperti biasa, waspada, jaga kesehatan dan mari kita berjuang bersama menjaga kewarasan. Mari tetap waras. Sruput lagi kopinya gaes….

Semangat siang Indonesia…

Heru Kundhimiarso (Pemimpin Umum)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!