Opini  

Corona dan Blunder Kaya-miskin

Baktiawan Candheki

Oleh: Baktiawan Candheki*

MENGANGKAT isu status sosial di konferensi pers oleh jubir pemerintah soal corona bukan tanpa alasan. Si jubir sangat sadar dengan ucapannya dan segala konsekuensinya. Karena dari kalimat itu yang disasar bukan golongan miskin tapi sebaliknya. Dan netizen kelas menengah sebenarnya tidak usah ikut baper.

Ini adalah ancang-ancang pemerintah akan memberlakukan karantina wilayah sesuai dengan landasan hukum yg sedang disiapkan dalam waktu dekat. Alasannya, jika benar diberlakukan karantina wilayah yang paling menderita dan terdampak adalah golongan miskin. Ini soal biaya, dalam artian berapa triliun yang akan ditanggung APBN untuk subsidi warga yang dikarantina. Berapapun nilainya belum bisa diukur karena prosesnya tidak diketahui sampai kapan, yang pasti sangat besar.

Maka ide pertentangan kelas dikeluarkan meski tidak populer untuk pemerintah tapi ini mendesak. Sasarannya golongan kaya, “yang kaya membantu yang miskin, yang miskin jangan menularkan yang kaya”.

Seolah pemerintah ingin mengatakan ‘kalau orang kaya tak berkontribusi, kita (baca: pemerintah dan orang kaya) sedang menuju tragedi 98 bahkan lebih dasyat’.

Sebuah kalimat ancaman jika saat karantina wilayah gagal diback up pemerintah. Efek yang terjadi gejolak di masyarakat, kerusuhan, penjarahan pasti terjadi. Sasaran perusuh pertama pemerintah dan setelah selesai, sasaran yang kedua adalah orang-orang kaya pemilik aset triliunan dan orang-orang dengan perspektif sebagai pengusaha. Bila disusupi provokator isu rasialpun muncul, ini yang paling berbahaya.

Kejadian akan lebih dasyat dari kerusuhan 98 dengan variabel yang tidak jauh berbeda yakni rakyat lapar, lapangan kerja susah, dolar naik, sembako naik, desakan pemerintah mundur, provokasi, plus adanya pihak-pihak yang memanfaatkan situasi secara politis.

Jika melihat data kerugian saat terjadi kerusuhan 98 sekitar 2,5 triliun waktu itu. Yang tak ternilai adalah korban jiwa, data Polda Metro, 451 orang meninggal, korban luka-luka tidak tercatat. Data Kodam Jaya, 463 meninggal termasuk aparat keamanan, 69 luka-luka. Data Pemda DKI, jumlah korban meninggal 288 orang, dan luka-luka 101 orang. Belum cerita ratusan pemerkosaan terhadap etnis Tionghoa.

Pemerintah sebenarnya sudah mencoba dengan cara halus dengan membuka donasi, sasarannya sekali lagi bukan kaum jelata tapi orang-orang kaya di negeri ini yang selama ini mendapat keuntungan dari situasi ekonomi yang stabil.

Tapi apa mau dikata kaum menengah dan politisi telanjur nyinyir. Di mana-mana golongan menengah paling membingungkan, tidak dapet subsidi teriak paling kenceng, tapi dibilang miskin tersinggung. Walau begitu dibilang gagal total juga tidak faktanya Erick Tahir, Mayapada Grup, Bakrie Grup, Ovo, BCA, Sritex, Maya Estianty, Raffi Ahmad, Ave Avatie dan beberapa artis lainnya berkontribusi dalam donasi melawan corona.

Tapi saya rasa masih jauh dari harapan cara lain ditempuh kali ini bukan sekadar mengetuk hati tapi seperti teriak ditelinga orang-orang kaya melalui pesan pertentangan kelas yang lebih nyata lewat pernyataan jubir pemerintah soal corona.

Pertentangan kelas saya ambil dari teori Karl Marx, di mana pada suatu titik tertentu kapitalisme akan dihancurkan oleh proletar dengan jalannya sendiri. Dan sebelum itu terjadi, pemerintah mengambil langkah kompromi melalui donasi.

*jurnalis, tinggal di Pemalang
Isi opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis (redaksi)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!