PUSKAPIK.COM, Pemalang – Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) terus menuai persoalan. Di Kabupaten Pemalang, oknum mafia pangan penyaluran BPNT disinyalir meraup keuntungan miliaran rupiah tiap bulan dengan memotong tiap Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Ketidakberesan ini terungkap saat Ketua DPRD Pemalang, H Agus Sukoco melakukan inspeksi mendadak (Sidak) distribusi sembako BPTN sejumlah desa di Kecamatan Pemalang, Sabtu 25 April 2020.
Saat sidak, politisi PDIP ini menemukan harga tak lazim pada komoditas sembako oleh agen. Selain kejanggalan harga komoditas, kualitas sembako yang diterima warga penerima manfaat juga tidak sesuai standar.
Di Kabupaten Pemalang, tercatat jumlah penerima BPNT adalah sebanyak 119.000 KPM. Masing-masing KPM menerima Rp 200 ribu yang dibelanjakan di e-warung atau agen untuk paket sembako.
Di Desa Banjarmula misalnya. Bantuan sembako yang disuplai agen ke warga antara lain berisi, 12 kilogram beras dengan harga Rp 126.000, 15 butir telur seharga Rp 30.000, 1 paket ayam seharga 37.000 dan 2 batang tempe seharga Rp 7.000.Â
Anehnya, agen menjual telur bukan dengan harga lazim di pasaran yakni sesuai timbangan, tapi dengan harga satuan yakni Rp 2.000 per butir. Sehingga, telur sebanyak 15 butir oleh agen dipatok harga Rp 30.000. “Telur harusnya dijual dengan harga sesuai timbangan, bukan satuan. Kalau dipatok harga satuan jelas jauh lebih mahal,†ungkap Agus Sukoco.Â
Selain temuan kejanggalan harga komoditas dan kualitas sembako, dalam sidak juga terungkap adanya pemotongan sebesar Rp 15.000 oleh agen ke tiap warga penerima bantuan. “Ini baru pemotongan agen, belum lainnya. Warga jelas dirugikan dan ini tidak bisa didiamkan,†tandasnya.
Kepada awak media, sejumlah agen di Desa Banjarmula, Sewaka, Mulyoharjo dan Sugihwaras kompak mengakui bahwa harga komoditas sembako yang didistribusikan diatas harga pasar. Terkait pemotongan Rp 15.000 per KPM, mereka berdalih bahwa itu merupakan fee atau keuntungan agen.
Menurut Ketua Badan Usaha Milik Desa Bersama (Bumdesma) Kecamatan Pemalang, Hartoyo, pemotongan Rp 15.000 sudah sesuai kesepakatan dengan Bumdesma dan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Sehingga, nilai belanja bahan pangan (sembako) untuk warga penerima bantuan berkurang menjadi Rp 185.000.
Selain pemotongan dana KPM oleh agen sebesar Rp 15.000, muncul temuan agen atau e-warung fiktif (siluman) yang dilakukan oleh oknum mafia pangan. Oknum-oknum tersebut mengorganisir dan memonopoli penyaluran BPNT di Kota Ikhlas.Â
Dari ulah oknum mafia pangan ini, negara diperkirakan mengalami kerugian Rp 3 miliar hingga Rp 4 miliar tiap bulan. Pasalnya, dari nominal BPNT sebesar Rp 200.000 untuk tiap KPM, oknum mafia pangan ini juga disebut-sebut menyunat bantuan Rp 20.000 hingga Rp 30.000 untuk masing-masing warga penerima bantuan.
Penulis : Baktiawan Candheki
Editor : Heru Kundhimiarso