Jalan Veteran, Mulyoharjo,Pemalang, Saksi Bisu Demam Batu Akik

Paeran Efendi (60) memasang batu akik ke ring cincin pilihan pembeli, Minggu 11 Oktober 2020.FOTO/PUSKAPIK/ERIKO GARDA DEMOKRASI

PUSKAPIK.COM, Pemalang – Sekitar 6 tahun silam, demam batu akik dialami masyarakat. Saat itu, batu akik menjadi bahan obrolan berbagai kalangan, mulai dari kalangan bawah, menengah, hingga kalangan atas. Batu akik pun menjadi topik utama dalam obrolan di warung kopi maupun pos kamling, dan menjadi headline news di radio,koran, dan televisi.

Kala itu masyarakat berbondong-bondong berburu batu akik di sungai untuk koleksi pribadi, dengan dibuat cincin maupun liontin. Ada pula yang memanfaatkan fenomena itu sebagai ladang penghidupan dengan menjadi pengrajin batu akik dadakan.

Enam tahun berlalu, kini nilai batu akik kembali seperti semula, sebelum trending pada masanya. Penjual dan pengrajin batu akik yang dulunya ramai dijumpai di tepian jalan maupun pasar, kini hanya tinggal beberapa saja.

Baca Juga

Loading RSS Feed

Jalan Veteran, Mulyoharjo, Pemalang, menjadi saksi bisu dari tren batu akik itu. Di tepian jalan timur Pasar Pemalang ini, dulunya dipadati penjual dan pengrajin batu akik. Bahkan sangking ramainya pembeli, terkadang membuat sang penjual tak nampak dari kejauhan.

Namun kini, fenomena demam batu akik hanyalah sepenggal sejarah dari berbagai fenomena yang terjadi di Indonesia. Jika melintas di Jalan Veteran, Mulyoharjo, Pemalang, hanya dijumpai satu dua penjual batu akik yang masih bertahan.

Salah satunya Paeran Efendi (60). Kakek asal Kecamatan Belik, Pemalang, itu mengaku sudah 7 tahun melapak di Jalan Veteran. Ia sendiri menekuni usaha itu sejak 26 tahun lalu.

“Saya jualan batu akik itu sudah dari tahun 94, dulu di Palembang, Surabaya. Terus waktu batu akik mulai ramai itu, saya pulang dan menetap disini, dari dulu lapaknya disini, enggak pindah-pindah,” tutur Paeran, Minggu 11 Oktober 2020.

Diceritakan Paeran, dulu saat batu akik tengah digandrungi masyarakat, omset penjualannya dalam satu hari bisa mencapai 7 sampai 8 Juta rupiah. Dituturkannya, kala itu jenis batu yang paling dicari adalah Black Opal,Ruby,Bacan Doko,Bio Solar, dan Sulaiman.

“Sekarang ini harga batu akik enggak tentu, ada yang 10 ribu,25 ribu, 1 juta ya ada, saya simpan. Yang dicari pembeli ya macam-macam, sesuai selera, kadang Kalimaya, Pirus, tapi barangnya susah. Yang murah itu akik, kalau permata ya mahal. Permata itu contohnya Kalimaya, Ruby,Black Saphire,” terang Paeran, sambil memasang batu akik ke cincin dengan palu kecil.

Setelah demam batu akik redup, omset penjualan Paeran setiap harinya pun menurun. Untuk menambah penghasilan, dia juga menjual jaket kulit bekas layak pakai.

“Sehari paling-paling ya 500 ribu, kadang kalo lagi laris ya 1 Juta, apalagi lagi musim pandemi begini. Ada efeknya lah, pasti,” ungkap Paeran.

Selain menjual batu akik, Paeran juga menjajakan ring cincin dan liontin untuk batu akik itu sendiri. Ada dua jenis material ring cincin dan liontin yang ia jual, titanium dan rhodium. Harganya pun relatif murah, tak akan menggemboskan kocek para pembeli.

“Kalau rhodium 15 sampai 20 ribu, titanium 40 sampai 50 ribu. Bedanya, kalau rhodium itu warna besinya bisa luntur, bisa iritasi di jari,” terangnya, sambil memasang batu akik ke ring cincindengan palu kecil.

Rahmat, salah satu pembeli, mengaku tetap mengoleksi batu akik karena memang sudah menjadi hobi. Kedatangannya ke lapak batu akik Paeran tak lain untuk membeli ring cincin yang bakal dipasang batu akik koleksinya.

“Dulu emang bener-bener ramai, saya malah pernah nyari bahan batu akik di sungai. Sekarang ya jarang, paling bapak-bapak, dulu kan anak kecil aja ikut-ikutan pakai cincin batu akik,” ujar Rahmat.

Penulis : Eriko Garda Demokrasi
Editor : Amin Nurrokhman

Loading

Baca Juga

Loading RSS Feed

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!