Kasatpol PP Pemalang: Kami Tidak Bisa Tutup Warung Esek-esek Comal Baru

Kasatpol PP Pemalang, Wahyu Sukarno, FOTO/PUSKAPIK/BAKTIAWAN CANDHEKI

PUSKAPIK.COM, Pemalang- Praktek prostitusi di warung remang-remang Comal Baru, Kecamatan Ampelgading, Pemalang nampaknya sudah menjadi rahasia umum.

Itu juga diakui oleh Kepala Satpol PP Kabupaten Pemalang, Wahyu Sukarno. Menurutnya, pihaknya sudah beberapa kali melakukan sidak dan beberapa yang terjaring sudah dilakukan pembinaan baik melalui dinas sosial maupun persidangan Tindak Pidana Ringan (Tipiring).

“Meskipun itu illegal, kami tidak bisa begitu saja melakukan penutupan. Karena lahan yang mereka tempati setahu saya bukan milik Pemda melainkan milik PG Sragi. Solusinya dari kami mengusulkan agar pemilik lahan yang sah bisa mengambil alih dan nantinya kerjasama dengan Desa atau Bumdes, dijadikan pusat UMKM, “katanya, Selasa 13 Oktober 2020.

Wahyu pun mengaku pernah langsung berkoordinasi dengan pihak PG. Hasilnya pihak PG secara resmi tidak penah menyewakan lahan untuk bisnis ilegal tersebut.

“Kalaupun ada yang menyewakan itu bisa dikatakan oknum, “katanya.

Meyoal prostitusi berkedok warung, Wahyu bercerita tentang pengalamannya menindak para PSK melalui operasi penyakit masyarakat di lokasi tersebut.

“Tipiring itu hukumannya bisa masa percobaan selama 2 bulan atau denda Rp 300 ribu. Dan Rp 300 ribu itu dibebankan oleh pemilik atau pengelola warung kepada PSK yang bersangkutan, ini kan perbudakan, kasihan, “ungkapnya.

Senin malam, 12 Oktober, puskapik.com menggali informasi langsung dengan mengunjungi salah satu warung di lokasi tersebut. Mami bunga (nama samaran) pemilik warung mengatakan alasan mengapa praktek prostitusi masih berjalan sampai sekarang. Terlihat beberapa pria hidung keluar masuk bilik yang disediakan untuk melepaskan nafsu birahinya dengan PSK binaan Mami Bunga. Tarif bercintapun rata-rata Rp 150-200 ribu per kencan.

Nampak tak ada aturan protokol kesehatan yang dijalankan, bahkan surat edaran bupati tentang penutupan tempat hiburan malam selama 14 hari dianggap angin lalu.

“Karena setiap minggu ada penarikan dari paguyuban sebesar Rp 150 ribu yang sifatnya wajib dengan total sekitar 50 warung. Kalau kita tutup kita tetap membayar, walaupun aturan dari pemerintah melalui surat edaran bupati sebenarnya saya sudah tahu, kalau tutup mau bayar pakai apa?, “ungkapnya.

Selain keberatan dengan pungutan mingguan itu, Mami Bunga juga harus menanggung beban sewa petak sebesar Rp 2 juta per petaknya, dan dia saat ini menempati 2 petak untuk tempat usahanya.

Berdasarkan keterangan Mami Bunga, puskapik.com menemui salah satu orang yang mengaku koordinator paguyuban yang bertugas berkeliling memungut uang di setiap warung di lokasi tersebut, TS.

Ditemui di warungnya, TS menjelaskan perihal pungutan mingguan tersebut.

“Jadi begini sudah menjadi rahasia umum di setiap tempat hiburan malam, atau cafe sekalipun pasti ada penarikan iuran rutin entah itu untuk keamanan atau apapun, ibaratnya kalau mau pergi mancing pasti bawa kail, umpan begitu kalau tidak bagaimana bisa sapat ikan, ” ujarnya.

Meskipun begitu TS enggan menyebutkan aliran uang pungutan mingguan yang ia lakukan. Namun dia sempat berkata jika dibuka semua maka semuanya bisa terkena imbasnya.

“Kalau saya buka mas, penjara penuh, semua kena, ” tegasnya.

Penulis : Baktiawan Candheki
Editor : Amin Nurrokhman

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!