Slawi  

Disoal, Pedagang Pasar Trayeman Tak Jualan Wajib Pakai Surat Izin Dokter atau RT

PUSKAPIK.COM, Slawi – Kebijakan Dinas Koperasi, UMKM dan Pasar Kabupaten Tegal, yang mewajibkan perdagang untuk membuat surat izin dokter atau RT/ RW saat tidak berjualan, disoal para pedagang Pasar Trayeman, Slawi. Atas kebijakan itu, para pedagang beraudiensi dengan ke Kepala UPTD Pasar Wilayah 1, beberapa waktu lalu. Munculnya kebijakan tersebut sebagai imbas kebijakan retribusi elektronik (e-retribusi) agar pedagang tidak nunggak retribusi.

“Surat izin saat tidak berjualan memang sangat berat, kaya anak sekolah saja,” kata pedagang ayam potong di Pasar Trayeman, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal, Tri Amanto saat dihubungi, Kamis (8/8).

Dikatakan, kebijakan surat izin saat berdagang, dinilai memberatkan para pedagang. Pasalnya, jika saat sakit harus ada surat dokter, dan jika ada keperluan harus ada surat dari RT atau desa.

Baca Juga

Loading RSS Feed

“Kalau tidak ada surat izin, maka retribusi hari itu akan dijadikan tunggakan,” terangnya.

Tak hanya soal surat izin, lanjut dia, pelaksanaan program e-retribusi juga belum berjalan maksimal. Pedagang yang awalnya disosialisasikan cara pembayaran secara elektronik, kenyataannya sampai saat ini masih manual. Pedagang membayar retribusi tetap menggunakan uang tunai.

“Katanya akan dikasih kartu, tapi sampai saat ini tetep bayar tunai,” katanya.

Lebih lanjut dikatakan, pedagang juga keberatan dengan adanya e-retribusi, karena dinilai lebih mahal. Biasanya, pedagang dulu membayar Rp 5 ribu perhari, kini bisa membayar Rp 9.500 perhari.

“Banyak keluhan pedagang Pasar Trayeman, seperti penataan pedagang, infrastruktur dan lainnya,” ujarnya.

Tri Amanto menuturkan, keluhan pedagang Pasar Trayeman telah disampaikan ke Kepala UPTD Pasar Wilayah 1 Rudi, beberapa waktu lalu. Keluhan tersebut dijanjikan akan disampaikan ke Dinas Koperasi UMKM dan Pasar Kabupaten Tegal.

Kabid Sarana Distribusi dan Perizinan Perdagangan Dnas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Kabupaten Tegal, Teguh Imam Prayitno membenarkan adanya kebijakan mewajibkan surat izin saat pedagang tidak jualan. Surat izin bisa dari dokter saat sakit, atau surat izin dari RT atau desa saat ada kepentingan pribadi. Jika tidak jualan tanpa surat izin, maka akan dijadikan tunggakan tagihan.

“Jika mengacu pada Perda, jualan atau tidak jualan harus tetap bayar retribusi, karena menggunakan aset daerah. Tapi, kami ambil kebijakan kalau tidak jualan harus disertakan surat izin,” terangnya.

Dijelaskan, surat izin saat tidak jualan, diserahkan ke UPTD 1 yang membawa Pasar Trayeman. Jika menyerahkan surat izin, maka tidak dikenakan tunggakan retribusi.

Menanggapi soal e-retribusi, Teguh membeberkan, Pasar Trayeman sebelumnya dikelola oleh pihak ketiga CV Karsa Bayu. Pada saat itu, tidak ada pungutan retribusi. Setelah diambil Pemkab Tegal karena kontrak pengelolaan sudah habis, maka Pemkab Tegal menarik retribusi sesuai Perda Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

“Sebelum adanya e-retribusi, pedagang bisa bayar separuhnya. Kalau dengan e-retribusi harus bayar penuh, karena tidak menjadi tunggakan,” katanya.

Kondisi itu, lanjut dia, membuat pedagang Pasar Trayeman merasa keberatan. Padahal, tarif retribusi sudah sesuai aturan, yakni Pasar Trayeman Tipe A untuk kios Rp 500 permeterpersegi perhari, los Rp 400 permeterpersegi perhari, serta tambahan uang kebersihan Rp 500 perhari. Untuk keamanan tidak masuk dalam Perda, namun inisiatif para pedagang pasar.

“Lemparkan juga ada tarifnya Rp 350 permeterpersegi perhari, tapi masih manual dengan karcis,” kata Teguh.

Ditambahkan, jumlah kios di Pasar Trayeman sekitar 400, tapi yang terpakai sekitar 300, sedangkan sisanya rusak kebakaran. Sedangkan, los jumlahnya sekitar 1 ribu unit. **

Penulis : Saketi _red

Loading

Baca Juga

Loading RSS Feed
error: Konten dilindungi oleh Hak Cipta!!