PUSKAPIK.COM, Pekalongan – Nama jajanan tradisional Apem Comal mungkin sudah tidak asing lagi, bahkan sering diburu sebagai buah tangan. Namun, ada beberapa fakta menarik di balik jajanan ini. Meskipun dikenal dengan nama Apem Comal, ternyata jajanan ini tidak berasal dari Comal, melainkan dari Dukuh Bantul, Kesesi, Kabupaten Pekalongan. Di tempat asalnya, kudapan ini dikenal dengan sebutan Apem Mali, namun popularitasnya kalah dari nama Apem Comal yang lebih dikenal luas.
Apem Comal terbuat dari bahan baku utama tepung beras dan gula jawa, dan dapat dengan mudah ditemukan di Pasar Comal, Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang. Asal usul nama Apem Comal sebenarnya berkaitan dengan tempat penjualannya yang ada di Comal, meski tidak sesuai dengan tempat asal pembuatan. Nama Apem Comal lebih dikenal karena popularitasnya di pasar tersebut, yang membuat nama ini lebih melekat di ingatan masyarakat dibandingkan dengan nama aslinya, Apem Mali. Lalu kenapa jajanan ini dikenal dengan Apel Comal?
Rohisah (54), salah satu perajin Apem Comal asal Kesesi mengungkapkan, di wilayahnya sudah sejak dulu menjadi sentra pembuatan apem tersebut. Pangsa pasar utamannya, wilayah Comal, Pemalang. Selain daerah itu, dipasarkan juga ke Kajen, Sragi hingga Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. “Lantaran banyak pedangan yang menjual apem buatan warga Kesesi di Pasar Comal, makan dikenal dengan nama Apem Comal. Ini kenapa hingga sekarang dikenal Apem Comal. Kalau di tempat asalnya sih dikenal dengan Apem Mali,” ungkapnya saat ditemui, Senin (19/8/2024).
Dia mengatakan, perajin apem yang ada hanya di Dukuh Bantul. Bahkan, sampai muncul mitos di masyarakat Kesesi, jika air dari Dukuh Bantul saja yang bagus untuk membuat apem, sehingga hasilnya bisa sempurna. Namun hal itu hanya sebatas mitos warga, lantaran para perajin apem yang ada di Dukuh Bantul. “Apem hanya bisa dibuat di Kesesi saja, khususnya di Dukuh Bantul ini. Kalau soal air sebenarnya tidak pengaruh, dan itu hanya mitos. Saya saja kalau merendam beras pakai air PDAM. Kalau saya melihat sih, lebih karena faktor cuaca. Udara di Bantul ini sejuk, sehingga cocok untuk membuat apem,” jelasnya.
Rohisah mengaku, usaha membuat apem ini sudah digeluti secara turun temurun. Bahkan, dirinya merupakan generasi ketiga keluarga besarnya yang ikut menggeluti pembuat apem di Bantul. “Keluarga saya ini sudah sejak 20 tahun lalu menggeluti usaha ini, dan sekarang saya lanjutkan,” terangnya.
Menurutnya mungkin yang menjadi faktor sempurna tidaknya apem ada di kondisi wilayah Kesesi sendiri, seperti cuaca di daerah Bantul yang lebih sejuk. Dirinya mengatakan bahwa untuk merendam beras, Rohisah(54) menggunakan air PDAM pada umumnya.
Dia mengungkapkan, untuk membuat apem, dalam sehari bisa menghabiskan 4 beruk atau setara 4 kg beras, dan 8 kg gula jawa. Namun saat bulan Ramadhan, permintaan Apem buatannya meningkat, sehingga produksinya ditambah. Bahkan, bisa menghabiskan 10 beruk beras atau setara 10 kg beras dengan gula jawa 20 kg. Untuk prosesnya, kali pertama beras direndam selama dua malam. Setelah itu, beras dicuci bersih dan dihaluskan dengan penggiling. Sedangkan untuk bahan gula jawa dicairkan. Kemudian, beras dan gula jawa cair dicampur hingga membentuk adonan. “Nah, adonan yang sudah siap ini selanjutnya dimasukan dalam cetakan yang sudah diberi daun pisang. Proses selanjutnya, dikusus selama 30 menit dengan api yang tidak terlalu besar,” ungkapnya.
Lebih lanjut Rohisah menuturkan, dari bahan baku beras sebanyak 4 kg itu, dirinya bisa mendapatkan 480 buah apem siap dipasarkan. Harga satu apem dijual Rp 1.000. “Kendala yang kami hadapi, harga bahan baku sekarang semuanya naik. Tapi, kami tetap harus menjual 1 Apem Rp 1.000 per bijinya,” pungkas dia.