Budaya Moci di Tegal Mulai Luntur, Tergerus Budaya Ngopi
- calendar_month 3 jam yang lalu


Pengaruh orang perantauan juga sangat signifikan. Mereka merubah budaya moci menjadi budaya ngopi yang biasanya dilakukan masyarakat di kota-kota besar. Parahnya, munculnya kafe-kafe dengan menu kopi berbagai macam olahan.
“Tidak ada kafe moci, adanya kafe kopi,” tegas Bebeng.
Budaya ngopi sudah menjamur di seluruh antero Tegal. Tamu datang kerumah, biasanya ditawarkan kopi. Anak-anak tongkrongan juga kerap memilik kopi sebagai teman ngobrol.
Bebeng menilai hal itu wajar, karena kopi lebih praktis dibuat. Sedangkan poci harus melalui proses cukup panjang. Padahal, poci lebih tahan lama, karena bisa diisi ulang hingga teh sudah tidak berwarna.
“Praktis orang sekarang. Kalau poci memang rada ribet, harus digodok dulu airnya agar tehnya bisa larut,” ujar penyiar radio Slawi FM itu.
Sejarah budaya minum teh, konon berasal dari masyarakat Tionghoa yang datang ke Tegal. Maklum, kala itu Tegal memang dikenal sebagai jalur perdagangan karena memiliki pelabuhan besar, sehingga menjadi persinggahan para saudagar dari luar negeri.
Namun, terlepas dari sejarah atau berkembangnya budaya teh di Tegal, teh Tegal atau yang juga dikenal dengan sebutan teh Slawi memang memiliki keistimewaan.
Apalagi, jika teh dari Tegal itu diseduh dengan air panas dalam poci. Poci tanah liat ini diyakini menciptakan aroma teh yang khas, ditambah disajikan dengan gula batu.
Teh yang diseduh dalam poci yang telah dituang ke cangkir berisi batu itu konon juga tidak boleh diaduk. Masyarakat Tegal biasanya membiarkan gula batu itu larut, tercampur dengan sendirinya dengan teh yang dituang dari poci.
- Penulis: Guntur
- Editor: Nia















