
TEGAL, puskapik.com - Kasus HIV/ AIDS di Kota Tegal masih menjadi perhatian serius. Dinas Kesehatan Kota Tegal mencatat, sejak Januari hingga Oktober 2025 terdapat 104 kasus baru, dengan sekitar 30 orang di antaranya merupakan warga asli Kota Bahari.
Selain itu, 14 fasilitas pelayanan kesehatan atau fasyankes yang memberikan layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP) HIV telah melayani 529 pasien sepanjang 2025.
Dari jumlah itu, 190 pasien beralamat di Kota Tegal, sementara 119 di antaranya merupakan lelaki seks dengan lelaki atau LSL.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tegal, M Zaenal Abidin, melalui Koordinator Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinkes, Taryuli, menegaskan bahwa tenaga kesehatan sudah memiliki komitmen kuat untuk menghapus diskriminasi terhadap Orang dengan HIV atau ODHIV.
“Nakes sudah satu visi, tidak ada diskriminasi untuk ODHIV. Kami terus memberikan pemahaman dan edukasi bahwa penularan HIV tidak semudah penyakit lain,” ujar Taryuli kepada puskapik.com, Senin 1 Desember 2025.
Menurut Taryuli, seluruh pasien, termasuk ODHIV, kini mendapat pelayanan umum tanpa pembedaan. Pemisahan layanan hanya dilakukan untuk pelayanan khusus HIV seperti konseling atau terapi ARV.
Di Kota Tegal saat ini terdapat 14 faskes yang memberikan layanan konseling dan tes HIV (VCT), terdiri dari delapan puskesmas, satu klinik paru, empat rumah sakit (RSUD Kardinah, RSU Islam Harapan Anda, RS Mitra Keluarga, RS Kasih Ibu) dan satu klinik pratama Aisyah Siti Hajar.
Setiap faskes telah dilengkapi tenaga konselor, dokter atau perawat, petugas pencatatan pelaporan serta laboratorium. Pemeriksaan dilakukan secara gratis dan dilaporkan melalui Sistem Informasi HIV AIDS atau SIHA.
Sementara layanan PDP tersedia di 13 faskes, kecuali Klinik Pratama Aisyah Siti Hajar yang masih melengkapi tim untuk keperluan pengembangan layanan.
Meski di lingkungan tenaga kesehatan diskriminasi sudah ditekan, Taryuli mengakui bahwa stigma di masyarakat masih tinggi.
“Masyarakat masih sangat takut tertular HIV, padahal HIV tidak bisa menular dengan cara sederhana,” jelas Taryuli.
Taryuli menegaskan bahwa program HIV nasional memiliki tiga tujuan utama yakni zero infeksi baru, zero kematian akibat HIV dan zero diskriminasi.
Taryuli kembali menjelaskan tiga jalur penularan utama yang perlu dipahami masyarakat, di antaranya :
1. Hubungan seksual, baik heteroseksual maupun sesama jenis.
2. Darah, terutama melalui jarum suntik narkotika yang dipakai bersama.
3. Dari ibu ke anak, melalui kehamilan, persalinan atau menyusui.
Taryuli menambahkan bahwa risiko dari transfusi darah kini sangat kecil karena proses skrining yang semakin canggih.
Setiap ibu hamil di Kota Tegal diwajibkan menjalani pemeriksaan triple eliminasi pada trimester pertama, meliputi tes HIV, sifilis dan hepatitis B.
Pemeriksaan sejak dini penting agar ibu yang terdeteksi HIV segera menjalani terapi antiretroviral atau ARV, minimal enam bulan sebelum persalinan. Dengan virus yang tersupresi, risiko penularan ke bayi dapat ditekan sedemikian rupa.
“Jika kondisi ibu sudah aman, ibu bisa merencanakan persalinan normal tanpa proses oprasi sesar dan bisa memberikan ASI eksklusif pada bayinya, tapi jika tidak bisa eksklusif maka pemberian ASI harus dihentikan karena berisiko bayi akan tertular HIV dari ibunya,” tegas Taryuli. **


