Puskapik.com - Kanal Berita Pantura Jateng
Persagi Kota Tegal Kesulitan Data Ahli Gizi SPPG, Pelaporan Nyaris Tidak Ada

Persagi Kota Tegal Kesulitan Data Ahli Gizi SPPG, Pelaporan Nyaris Tidak Ada

Rabu, 26 November 2025 | 18.41 Oleh: Redaksi Puskapik

TEGAL, puskapik.com - Persatuan Ahli Gizi Indonesia atau Persagi Kota Tegal mengaku kesulitan memetakan jumlah ahli gizi yang bekerja di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG. Hingga kini, tida

TEGAL, puskapik.com - Persatuan Ahli Gizi Indonesia atau Persagi Kota Tegal mengaku kesulitan memetakan jumlah ahli gizi yang bekerja di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG. Hingga kini, tidak ada satu pun SPPG yang melaporkan tenaga gizinya kepada Persagi, meski kebutuhan pendampingan dan koordinasi terus meningkat. Ketua DPC Persagi Kota Tegal, Dewi Susilowati mengatakan, ketiadaan pelaporan membuat pihaknya tidak memiliki data akurat terkait jumlah dan sebaran ahli gizi di Kota Tegal. Kondisi ini menyulitkan saat diperlukan koordinasi mendadak, termasuk ketika SPPG membutuhkan sertifikasi, pelatihan atau pendampingan teknis. “Ahli gizi di Kota Tegal itu dari mana dan jumlahnya berapa, kami belum bisa mendata. Karena memang tidak ada yang melapor,” kata Dewi, saat dihubungi puskapik.com, Rabu 26 November 2025. Dewi menjelaskan, kebutuhan ahli gizi untuk dapur Makan Bergizi Gratis atau MBG meningkat seiring bertambahnya SPPG yang beroperasi. Namun jumlah ahli gizi di Kota Tegal terbatas, sementara sekitar 45 anggota Persagi sudah bekerja di rumah sakit, puskesmas, dinas kesehatan, rumah bersalin dan klinik. Awal program, Persagi masih dapat merekomendasikan ahli gizi. Namun kini, permintaan terus datang dari Kota Tegal maupun daerah lain, sementara ketersediaannya semakin sedikit. “Bukan tidak ada ahli gizinya. Tapi yang sudah-sudah itu, SPPG yang mendapat ahli gizi justru banyak yang keluar,” ujar Dewi. Menurut Dewi, beban kerja pada tahap awal operasional SPPG cukup besar. Ahli gizi harus mengelola menu, menghitung kebutuhan bahan, memastikan penyimpanan pangan, mengawasi proses pengolahan hingga mengevaluasi keterserapan gizi. Tugas yang kompleks itu membutuhkan penyesuaian waktu, terutama bagi ahli gizi yang sudah berumah tangga. Kondisi ini sering menjadi alasan mereka mengundurkan diri. Dewi berharap seluruh SPPG melaporkan keberadaan ahli gizinya ke Persagi sebagai bentuk manajemen data dan koordinasi. Langkah tersebut umum dilakukan rumah sakit, termasuk untuk kebutuhan STR atau surat tanda registrasi, SIP atau surat izin praktik dan sertifikat keamanan pangan. “Kalau terkoordinir, kami bisa memetakan kebutuhan. Kalau mereka butuh pelatihan atau sertifikasi, kami bisa membantu menyelenggarakan dengan biaya yang tidak terlalu besar,” ujar Dewi. **
Bagikan:

Artikel Terkait