
Menapak Jejak Mbah Sambung Yudha di Kabunan Pemalang
Jumat, 14 November 2025 | 14.47 Oleh: Redaksi Puskapik
PEMALANG, puskapik.com – Di sebuah sudut Desa Kabunan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, sebuah petilasan tua berdiri tenang di bawah rindang pepohonan. Tempat itu disebut sebagai makam Mbah Sam
PEMALANG, puskapik.com – Di sebuah sudut Desa Kabunan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, sebuah petilasan tua berdiri tenang di bawah rindang pepohonan.
Tempat itu disebut sebagai makam Mbah Sambung Yudha atau Malanggati, yang oleh sebagian masyarakat diyakini sebagai salah satu patih Kerajaan Majapahit.
Tak hanya menjadi situs sejarah, petilasan ini juga menjadi titik temu antara keyakinan, tradisi, dan kisah-kisah yang diwariskan dari masa ke masa.
Banyak masyarakat yang datang menziarahi. Ada yang datang untuk berdoa, ada pula yang sekadar mencari ketenangan atau “petunjuk leluhur”.
Kepercayaan turun-temurun menjadikan petilasan ini bukan sekadar tempat hening, tapi juga ruang spiritual bagi banyak orang.
Dari Tempat Wingit Menjadi Lokasi Ziarah
Di antara yang menjaga tempat ini adalah Lusin (60), juru kunci yang telah lebih dari dua dekade mengurus petilasan Mbah Sambung Yudha di Desa Kabunan itu.
Lusin biasa menyambut para peziarah yang datang, mulai warga biasa hingga pejabat yang ingin mencari berkah jabatan dengan berziarah.
“Disini dulu banyak dari pejabat pemerintahan yang datang untuk berziarah, dengan maksud dan tujuan tertentu." tuturnya beberapa waktu lalu.
"Walaupun tetap bila memiliki tujuan buruk atau mengatakan sesuatu yang buruk maka akan ada hal buruk terjadi,” imbuhnya.
Mbah Lusin tumbuh bersama cerita-cerita mistis yang menyelimuti makam ini. Jauh sebelum direnovasi seperti sekarang, kawasan tersebut kerap dianggap wingit.
Banyak orang enggan lewat, apalagi singgah.
Mbah Lusin juga bercerita bahwa dahulu beberapa juru kunci yang bukan dari keturunan ayahnya ada yang menjadi gila atau meninggal. Hingga akhirnya datang wasiat.
"Dari Kraton Yogyakarta kesini bilang kalau juru kunci harus turunan dari juru kunci pertama, jadi dicarilah sampai akhir saya keturunan keempat dari bapak disini,” ujarnya.
Menurut penuturan Lusin, nama Sambung Yudha berasal dari dua kata. Sambung berarti menyambung, sementara Yudha berarti perang.
Julukan itu diberikan ketika ia menjadi panglima perang Majapahit dalam peperangan melawan Kerajaan Padjajaran.
Namun perang itu tak pernah menemukan pemenang. Konon, karena tidak ada yang kalah maupun menang, Sambung Yudha tak kembali ke Majapahit.
Ki Sambung Yudha memilih menetap di wilayah yang kini menjadi Pemalang dan kemudian dikenal sebagai salah satu patih setempat.
“Saya berharap masyarakat Pemalang bisa lebih mengenal sejarah terciptanya kabupaten ini, walaupun tidak berziarah setidaknya mereka ikut menjaga dan melestarikannya,” imbuh Lusin.
Versi Lain: Ki Sembungyuda dalam Naskah Jawa Klasik
Namun kisah tentang figur ini tak hanya satu. Dalam khazanah sastra Jawa klasik, muncul versi berbeda yang menyebut tokoh bernama Ki Sembungyuda.
Nama Ki Sembungyuda Pemalang muncul dalam Serat Kidungan karya Ki Ronggosutrasno yang diterbitkan tahun 1929 oleh Tan Gun Swi, Kediri.
Naskah itu merupakan salinan dari babon asli milik GKR Pembayun di Keraton Surakarta, dan berisi informasi yang ditulis pada masa pemerintahan Susuhunan Pakubuwono V.
Buku setebal 30 halaman tersebut terdiri dari 7 pupuh macapat dengan total 151 bait.
Pada pupuh kedua Sinom yang berisi daftar raja-raja lelembut di Pulau Jawa, nama Ki Sembungyuda Pemalang disebut di antara tokoh-tokoh halus lainnya.
Tembang pembukanya berbunyi:
apuranen sun angetang, lelembut ing nusa Jawi, kang rumeksa ing nagara, para ratuning dhedhemit, ...
(Mohon perkenan saya membilang/menyebut, lelembut di Pulau Jawa, yang menjaga praja, para raja makhluk halus…)
Dalam salah satu bait yang telah diterjemahkan, disebutkan:
“Baratkatiga di Semarang, Gunturgeni di Pekalongan, Ki Sembungyuda Pemalang, Suwarda ing Sukawati, Nyai Ragil di Tandes, Jayalelana ing Suruh, Buta Trenggiling di Tanggal, Guntinggeni di Kendal, Gutuk Api menjaga Kaliwungu.”
Nama tersebut menempatkan Ki Sembungyuda sebagai bagian dari kosmologi Jawa tentang penguasa gaib, menambah lapisan tafsir berbeda pada sosok yang oleh warga dikenal sebagai Mbah Sambung Yudha. **
Artikel Terkait

Keris Pamor Udan Mas: Simbol Rezeki, Kepedulian, dan Kearifan Jawa
Jumat, 21 November 2025

Persilatan Ragajati Mendaki Gunung Lawu, Napak Tilas Pusat Spiritual di Tanah Jawa
Kamis, 16 Oktober 2025

Menelisik Sejarah GOR Trisanja Slawi, Ternyata Ada Makna Tiga Landasan Etos Budaya Masyarakat Tegal
Kamis, 2 Oktober 2025