
Persilatan Ragajati Mendaki Gunung Lawu, Napak Tilas Pusat Spiritual di Tanah Jawa
Kamis, 16 Oktober 2025 | 16.05 Oleh: Redaksi Puskapik
KARANGANYAR, puskapik.com - Legenda dan sejarah Gunung Lawu adalah warisan berharga yang tidak bisa dipisahkan dari keindahan alamnya. Setiap jalur pendakian adalah lorong waktu yang membawa kita p
KARANGANYAR, puskapik.com - Legenda dan sejarah Gunung Lawu adalah warisan berharga yang tidak bisa dipisahkan dari keindahan alamnya.
Setiap jalur pendakian adalah lorong waktu yang membawa kita pada masa kejayaan Majapahit, spiritualitas Jawa, dan kekayaan budaya lokal.
Gunung Lawu bukan hanya gunung biasa. Ia adalah penjaga kisah-kisah masa lalu, tempat bertemunya alam dan spiritualitas, serta rumah bagi komunitas lokal yang menjaga tradisi dengan sepenuh hati.
Gunung Lawu menyimpan misteri pada masing-masing dari tiga puncak utamanya dan menjadi tempat yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa.
Hargo Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas;
Hargo Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon;
Sementara Hargo Dumilah diyakini merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.
Konon, Gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan berhubungan erat dengan tradisi dan budaya Praja Mangkunegaran.
Setiap orang yang hendak pergi ke puncaknya harus memahami berbagai larangan tidak tertulis untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan.
Bila pantangan itu dilanggar si pelaku diyakini bakal bernasib nahas.
Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat yakni: Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani.
Gunung Lawu adalah gunung api aktif yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan ketinggian 3.265 mdpl.
Gunung ini dikenal sebagai destinasi favorit pendakian karena pemandangannya yang indah, jalur-jalurnya yang cukup jelas, dan juga menyimpan berbagai mitos serta peninggalan sejarah kuno.
Jalur pendakian yang populer termasuk Cemoro Kandang dan Candi Cetho di Karanganyar, serta Jalur Cemoro Sewu di Magetan.
Salah satu peninggalan leluhur yaitu Paseban Gunung Lawu di Pendapa Agung Wukir Mahendra.
Sebuah bangunan pendapa panggung yang terletak dekat basecamp pendakian Cemoro Kandang, naik sekitar 300 meter.
Tempat ini difungsikan untuk ritual spiritual tanpa harus mendaki ke puncak, dan harus dilaporkan terlebih dahulu kepada pengelola loket pendakian.
Memiliki Niat Baik
Bagi yang berkunjung ke tempat tersebut harus memiliki niat baik, sopan, santun, dan menjaga kebersihan fasilitas serta lingkungan pendapa.
Gunung Lawu dahulu dikenal dengan nama “Wukir Mahendra” atau “Gunung Mahendra”.
Nama ini diyakini berasal dari zaman kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Seiring waktu dan perkembangan bahasa, nama Mahendra berganti menjadi Lawu.
Konon, “Lawu” berasal dari kata “Lawu-lawu”, yang berarti kabut atau awan, menggambarkan kondisi puncak gunung yang sering diselimuti kabut tebal.
Salah satu kisah paling populer tentang Gunung Lawu berkaitan dengan Prabu Brawijaya V, raja terakhir dari Majapahit.
Menurut legenda, setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit, Prabu Brawijaya memilih mengasingkan diri dan bertapa di Gunung Lawu.
Ia diyakini moksa (menghilang secara spiritual) di tempat ini dan berubah menjadi makhluk gaib bernama Sunan Lawu.
Banyak masyarakat percaya bahwa Sunan Lawu masih menjaga gunung ini hingga kini.
Pendaki yang melewati jalur-jalur seperti Cemoro Sewu, Cemoro Kandang, dan Candi Cetho sering merasakan aura mistis, terutama saat mendekati puncak Hargo Dalem dan Hargo Dumilah, dua titik penting yang dipercaya sebagai tempat bertapanya Prabu Brawijaya.
Warga sekitar percaya bahwa Gunung Lawu adalah tempat bersemayamnya para leluhur.
Tak heran jika masih banyak ritual adat dilakukan di gunung ini, seperti larung sesaji, tirakat, dan malam 1 Suro. ***


