Puskapik.com - Kanal Berita Pantura Jateng
Penataan PKL dan Transisi Regulasi, Saatnya Publik Melihat dengan Jernih

Penataan PKL dan Transisi Regulasi, Saatnya Publik Melihat dengan Jernih

Selasa, 18 November 2025 | 19.04 Oleh: Redaksi Puskapik

Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di Alun-alun Purbalingga kembali menjadi bahan perbincangan publik. Beberapa suara tergesa-gesa menuding pemerintah “membiarkan pelanggaran”, seolah-olah keterti

Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di Alun-alun Purbalingga kembali menjadi bahan perbincangan publik. Beberapa suara tergesa-gesa menuding pemerintah “membiarkan pelanggaran”, seolah-olah ketertiban kota sedang runtuh begitu saja. Padahal, jika kita bicara hukum dan mekanisme pemerintahan, situasinya jauh lebih kompleks daripada sekadar benar atau salah. Pemerintah daerah dan DPRD saat ini sedang berada pada satu fase yang paling penting dalam tata kelola daerah: masa transisi regulasi. Raperda tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat sudah berada di tahap akhir pembahasan. Regulasi inilah yang nantinya menjadi dasar baru bagi seluruh penataan, termasuk PKL. Dan inilah yang sering diabaikan oleh para pengkritik: Perbup 94/2019 sebentar lagi akan kehilangan landasan hukumnya. Menegakkan aturan lama secara kaku justru berpotensi menabrak prinsip lex superior derogat legi inferiori. Pemerintah tidak sedang abai—mereka sedang berhati-hati agar tidak terjebak dalam penegakan hukum yang cacat secara yuridis. Dalam situasi seperti ini, yang dibutuhkan bukan gegabah, tetapi kebijakan yang bijak. Penataan Bukan Soal Mengusir, Melainkan Mengatur Raperda baru menawarkan paradigma berbeda. Tidak hanya menindak, tetapi juga membina; tidak hanya menertibkan, tetapi juga memberi ruang bagi rakyat kecil untuk tetap berusaha. Pendekatan preemtif—yang sebelumnya tidak diatur—membuka peluang dialog yang lebih manusiawi. Publik perlu memahami bahwa PKL bukanlah masalah yang muncul tiba-tiba. Mereka sudah ada jauh sebelum pemerintahan saat ini. Maka menuntut solusi instan tanpa dasar hukum yang kuat sama saja mendorong pemerintah melakukan tindakan yang keliru. Ketegasan memang penting. Namun ketegasan tanpa pijakan hukum hanyalah keberanian semu. Mengadu Domba Bupati dan DPRD Tidak Akan Menyelesaikan Masalah Ada pula kritik yang diarahkan kepada Bupati terkait ketidakhadiran dalam sejumlah rapat. Isu ini, jika ditelaah, tidak memiliki relevansi langsung dengan penataan PKL. Dalam birokrasi, mekanisme perwakilan adalah hal wajar. Dan pada agenda-agenda krusial, Bupati tetap hadir. Justru yang lebih patut diapresiasi adalah bagaimana program-program prioritas seperti Alus Dalane terus berjalan dan mendapatkan dukungan masyarakat luas. Kritik yang tidak proporsional hanya memperkeruh suasana dan tidak memberi kontribusi berarti pada persoalan inti. Publik Perlu Tenang, Regulasi Sedang Disempurnakan Transisi hukum memang kerap menimbulkan salah tafsir, terutama bagi mereka yang melihat persoalan hanya dari permukaan. Tetapi inilah kenyataannya: pemerintah tidak bisa dan tidak boleh menegakkan aturan yang sedang disiapkan untuk dicabut. Karena itu, langkah menunggu pengesahan perda baru bukanlah bentuk kelengahan. Ini adalah bentuk kedisiplinan terhadap hukum—sesuatu yang justru harus diapresiasi. Pemerintah bukan sedang melemah. Mereka sedang berhati-hati agar tidak salah langkah. Sementara DPRD melakukan pengawasan dan penjelasan agar publik tidak larut dalam misinformasi. Kesimpulan: Mari Mengawal, Bukan Menghakimi Tugas masyarakat hari ini bukan menambah kegaduhan, tetapi mengawal proses regulasi agar lahir ketertiban yang manusiawi dan berkeadilan. Menata PKL bukan perkara sehari dua hari. Ia memerlukan hukum yang tepat, pendekatan yang bijaksana, dan kesabaran semua pihak. Purbalingga butuh ketertiban. Tapi lebih dari itu, Purbalingga butuh kepastian hukum, dan dalam masa transisi inilah, kesabaran adalah bentuk kecerdasan. (Rudi Yahya, Pemerhati Kebijakan Publik Purbalingga, Jawa Tengah)
Bagikan:

Artikel Terkait